Senin, 11 Juli 2011 | 18:19 WIB
MALANG - SMP dan SMK yang terletak di pinggiran Kota Malang, Jawa Timur, diketahui tak "kebagian"
siswa pasca Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Akhirnya, banyak bangku kosong di sekolah-sekolah tersebut. Hal itu dikatakan anggota Komisi D DPRD Kota Malang yang membidangi pendidikan, Sutiadji, Senin (11/7/2011), di Malang, Jawa Timur.

"Kekosongan kursi itu sebagian mendera sekolah-sekolah yang ada di pinggran kota," katanya.
Hal itu, menurutnya, karena sekolah-sekolah yang dikategorikan favorit sebagian besar ada di tengah kota.
"Masyarakat saat ini memang banyak memilih sekolah-sekolah favorit yang notabene ada di dalam kota," kata Sutiadji.
"Masyarakat saat ini memang banyak memilih sekolah-sekolah favorit yang notabene ada di dalam kota," kata Sutiadji.
Akibatnya, bangku kosong terjadi di sekolah-sekolah SMP dan SMK yang ada di pinggiran kota. Berdasarkan data di Dinas Pendidikan Kota Malang, bangku kosong itu terjadi di SMPN 22, SMPN 7, SMPN 17, dan SMPN 23.
"Jumlah kursi yang kosong itu mencapai 106 kursi. Jadi, kekurangan di sekolah-sekolah pinggiran itu sebanyak itu. Sedangkan kursi yang kosong, alias kekurangan siswa di tingkat SMK Negeri di Malang sebanyak 113 orang," jelas Sutiadji.
Sementara, untuk SMK, diantaranya SMK Negeri 7, SMKN 9, SMKN 5, SMKN 2 dan SMKN 113. "Sekolah-sekolah yang kekurangan siswa itu sebenarnya tidak perlu terjadi, kalau sekolah-sekolah di pinggiran berkembang sesuai dengan sekolah-sekolah yang ada perkotaan. Sulit untuk mencari solusinya. Namun, ke depan, kejadian itu tidak perlu terjadi lagi," katanya.
Caranya, jelas Sutiadji, mulai saat ini sudah harus diantisipasi sedemikian rupa, sehingga tidak ada sekolah yang kekurangan siswa. Misalnya, bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah pinggiran kota itu.
"Meningkatkan kualitas itu, bisa berupa sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki di sekolah-sekolah yang bersangkutan. Terkait dengan pagu, tiap sekolah favorit yang ada di kota harus dibatasi. Misalnya, maksimal satu kelas di bawah 40 siswa," ujarnya.
Dengan demikian, menurutnya, distribusi siswa bisa merata. Apalagi, dalam penerimaan siswa baru ditetapkan berdasarkan skala prioritas di sekitar lingkungan sekolah. Selain itu, kualitas guru juga harus ditingkatkan.
"Bahkan, kalau perlu guru-guru di sekolah favorit itu dikocok. Mereka disebar ke sekolah-sekolah yang ada di pinggiran kota, agar kualitas gurunya merata," kata Sutiadji.
sumber : kompas