Jumat, 20 April 2012 | 14:29
JAKARTA - Pihak SMPN 30 seharusnya memperbaiki sistem manajemen keuangannya agar transparan.
Hal tersebut diungkapkan orangtua murid terkait masalah pelarangan siswa mengikuti ujian nasional (UN), Senin (23/4/2012), karena belum membayar uang sumbangan pendidikan.

"Bukan ingin menjelekkan nama sekolah, saya hanya ingin sekolah tersebut sistemnya yang harus diperbaiki," ungkap Retno Listyarti, salah satu orangtua siswa SMPN 30, kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (20/4/2012) malam tadi.
Retno mengungkapkan, ia hanya ingin pihak sekolah bersikap transparan dari segi keuangan, apalagi karena
sekolah tersebut merupakan sekolah unggulan yang berbasis rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).
sekolah tersebut merupakan sekolah unggulan yang berbasis rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).
"Ini demi kebaikan sekolah juga agar ke depannya tidak ada salah paham," ujarnya.
Selain itu, Retno mengaku, anaknya pernah memenangkan sebuah lomba penelitian. Sebanyak 50 persen hadiah uang yang didapatkan anaknya diberikan kepada pihak sekolah. Namun, ketika ditanya, pihak sekolah hanya mengatakan bahwa uang itu digunakan untuk berbagai keperluan sekolah.
"Akan tetapi, pihak sekolah tidak pernah memberikan tanda bukti apa pun," paparnya.
Menanggapi bantahan dari pihak sekolah mengenai siswanya dilarang mengikuti UN pada Senin pekan depan, Retno mengatakan, ada salah satu siswa, yang telah melunasi pembayaran sumbangan pendidikan, langsung diberikan legitimasi.
"Yang belum lunas tidak diberi. Artinya, ini kan secara tidak langsung siswa harus lunas dulu, baru diberikan legitimasi," katanya.
Sayangnya, Retno menambahkan, pihak sekolah sejauh ini juga tidak memanggil para orangtua atau memberikan bukti mengenai bantahan tersebut.
sumber : kompas